Selasa, 29 April 2008

VISI - MISI

VISI

“Terwujudnya HMI sebagai organisasi perjuangan mahasiswa Islam

yang modern dan visioner, guna Terwujudnya kemandirian Bangsa”

MISI

“Memperkuat nilai – nilai keIslaman, keorganisasian,

perjuangan kemahasiswaan HMI

yang modern dan visioner, serta partisipasi aktif

membangun kemandirian Bangsa”


PENJABARAN VISI-MISI
  1. Penguatan nilai – nilai keIslaman

HMI adalah organisasi mahasiswa Islam. Ini berarti nilai keIslaman mutlak menjadi pedoman yang integral dalam setiap gerak langkah kader HMI, baik secara individual (pola pikir dan tingkah laku kader) maupun juga secara organisasional (disetiap kegiatan yang dilakukan oleh organisasi). Implementasi nilai Islam dalam menjalankan organisasi disetiap struktur yang ada secara masif dan berkesinambungan, melalui keteladanan kepemimpinan yang transformatif (PB HMI, BADKO, Cabang, Korkom, hingga Komisariat).

  1. Penguatan nilai – nilai keorganisasian

Pemahaman dan aplikasi secara konsisten mengenai tata cara, prosedur dan mekanisme penyelenggaraan organisasi ditiap-tiap strata, yang berlandaskan konstitusi, dan berjiwakan ukhuwah Islamiyah secara istiqomah.

  1. Penguatan nilai – nilai perjuangan kemahasiswaan HMI

HMI yang perannya adalah perjuangan, maka sejak dini (komisariat) harus ditanamkan nilai-nilai perjuangan (penghayatan yang utuh terhadap proses kelahiran HMI adalah untuk menjawab persoalan kepemudaan-kemahasiswaan, keumatan dan kebangsaan); keikhlasan, persatuan dan kesatuan, persaudaraan, semangat yang gigih, yang di landasi oleh nilai keberpihakan terhadap kaum tertindas (Islam sebagai pedoman dan rujukan), aplikatif lokalitas masing-masing (Komisariat/Korkom-kampus, Cabang-Kabupaten/kota, Badko-Provinsi, PB secara nasional, dengan kata lain, mengawal transisi lokal untuk mewujudkan transisi demokrasi secara nasional.

Strategi perjuangan HMI yang berbasis mahasiswa, penerapannya dengan penuh fleksibilitas dalam tataran jejaring (taktis), dan tetap teguh diwilayah prinsip/nilai. Serta diikuti dengan wawasan keilmuwan yang memadai, sebagai ciri khas kaum intelekual (HMI) yang lebih mendahulukan problem solver, dari pada distroyer (ketika menghadapi bebalnya kekuasaan).

Kampus sebagai basis HMI, harus dimaksimalkan. Karena HMI dilahirkan bukan semata-mata untuk anggotannya, akan tetapi untuk menjawab persoalan keumatan dan kebangsaan. Dan jawaban itu bersumber dari dalam kampus, lalu dicerna dan diolah oleh mahasiswa (HMI), berikutnya disuarakan secara lantang. Jika ini mampu HMI maksimalkan, maka kebangkitan HMI dikampus merupakan keniscayaan, karena ini akan berbanding lurus. Semakin esensial eksistensi HMI, maka makin kuat daya tarik HMI bagi mahasiswa. Sehingga aplikasi back to campus bukan dengan cara mendahulukan penguasaan struktur kemahasiswaan yang ada dikampus, akan tetapi pengorganisiran mahasiswa (HMI) terhadap kekuatannya untuk melakukan perjuangan secara esensial, yang tidak terpaku pada struktur kemahasiswaan dikampus, yang mana kini sudah cenderung birokratis (untuk tidak mengatakan oportunis). Sehingga perebutan struktur kemahasiswaan yang ada dikampus bukan menjadi hal utama, yang sering menghabiskan energi dan sumber daya, lebih-lebih sering menjadi biangkerok perpecahan gerakan. Karena jika eksistensi HMI mampu secara esensial menjawab persoalan kemahasiswaan diinternal kampus, dan masyarakat sekitar, kemungkinan besar hal ini akan menjadi pertimbangan tersendiri bagi mahasiswa untuk mempercayai kader HMI dalam rekruitmen kepemimpinan dikampus. Dengan bahasa yang singkat, tebar kultur, raih struktur.

  1. Modernisasi organisasi

HMI yang mempunyai 18 Badko, 160an, dan ribuan komisariat, serta puluhan ribu anggota, ternyata secara institusional belum terdata secara valid. Sehingga sangat sulit untuk mengukur sejauh mana tingkat keberhasilan dan kemundurannya, khususnya yang lebih bersifat kuantitatif.

Sehingga dibutuhkan pendataan yang komprehenship, obyektif, lalu disusun secara modern melalui sistem komputerisasi yang masif diseluruh strata, dan dipblikasikan secara umum oleh kepemimpinan yang paling tinggi, yakni PB HMI. Agar semua bisa mengakses, mengontrol, memberi saran, juga media komunikasi maya semua yang mempunyai perhatian terhadap perjuangan HMI.

  1. Perjuangan yang visioner

Yakni peran perjuangan HMI yang aplikatif dan membumi dimasing-masing strata, lebih dititik beratkan pada rumusan solusi sebuah masalah yang mendasar, yang ada dimasing-masing starata, secara utuh. Sehingga gerak HMI lebih bersifat pro-aktif (jemput bola atau mencegah), daripada yang bersifat reaktif (pasif, gagap perubahan, yang cenderung lebih bersifat emosional). Daya proyeksional HMI perlu diasah untuk menjangkau segala laju perubahan multidimensional yang pasti terjadi disetiap tempat, mulai sejak awal (komisariat). Sehingga HMI merupakan “peramal” ulung terhadap arah perubahan yang multidimensional tadi, sekaligus diikuti dengan kemampuan menyiapkan jawaban-jawaban atas hal itu.

  1. Partisipasi aktif membangun kemandirian Bangsa

Kemandirian Bangsa yang integral, lahir bathin. Mandiri atas intervensi bangsa lain, baik dalam hal ekonomi, sosial, politik, keagamaan, serta pendidikan. Pendapat dan saran pihak luar sebatas masukan yang perlu kita hargai, apreasiasi secara proporsional, obyektif, tentunya juga selektif. Bukan sebagai intruksi, yang harus kita taati, hanya karena ketakutan-ketakutan yang berlebihan (penghentian bantuan, embargo, dst). Disinilah makna kedaulatan kemerdekaan kita sebagai suatu Bangsa-negara.

HMI menemukan relevansi keberadaannya dalam kondisi Bangsa yang demikian. HMI yang menjadi salah satu pelaku penting dalam mengawal kemerdekaan Indonesia, khususnya dari rongrongan PKI, dituntut untuk aktif mengisi masa kemerdekaan ini, yang mana masih banyak masyarakat yang kondisinya nyaris serupa dengan masa-masa penjajahan dulu; miskin pendidikan, pengetahuan, informasi, akses sumber daya, akses lapangan kerja, yang pada akhirnya melahirkan kemerdekaan semu.

Operasionalisasi dari partisipasi aktif HMI dalam mewujudkan kemandirian Bangsa, dapat diwujudkan dengan memperjuangkan anggaran pendidikan 20%, meliputi APBN dan APBD, sebagaimana yang diamanahkan UUD 1945 (hasil amandemen). Jaminan kesehatan orang miskin merupakan tanggung jawab negara, sehingga hal ini juga menjadi agenda utama, dan HMI harus memformulasikan bentuk aplikasinya yang humanis, tidak seperti yang sering kita saksikan selama ini, adanya diskriminasi, serta penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang sering diacuhkan, karena kemiskinannya. Aset-aset sumber daya alam (SDA) secepatnya diselamatkan dari hisapan drakula koorporasi transnasional, yang terus menghisap tanpa ada interupsi yang berarti. HMI mempunyai tanggung jawab besar dalam hal ini. Meski tidak harus bersikap sebagaimana “Eki” (Ekstrem kiri) yang menuntut nasionalisasi aset-aset Bangsa dari investor asing, sebagaimana yang dilakukan Evo Morales, HMI harus tetap menawarkan solusi. Pemberian investasi yang “longgar”, kiranya perlu dibatasi seketat dan seselektif mungkin. Bukan hanya sebatas pada tataran prosentasekepemilikan saham, tetapi juga pelaksanaan dan pengawasannya. Dalam tataran pelaksanaan, SDM dalam negeri merupakan prioritas pertama yang berhak untuk melakukannya. Dalam tataran pengawasan, hal ini sebagai antisipasi terhadap adanya kemungkinan yang ada pada setiap proyek eksplorasi, agar tetap terkontrol, dan menjunjung tinggi keberlangsungan ekologi kita. Dan negaralah yang mampu mengatur semua ini, sedang HMI berkewajiban menyumbangsihkan alternatif solusinya.

Dalam tataran demokrasi lokal (otonomi daerah), HMI daerah (Badko dan Cabang) sesegera mungkin melakukan akselerasi partisipasi. Sehingga manfaat otonomi daerah benar-benar mampu dirasakan masyarakat daerah, tidak sebatas untuk pejabat daerah, seperti kebanyakan yang terjadi saat ini. Dan PB HMI berkewajiban membekali secara keilmuwan dan pengetahuan akan hal itu. Ini bisa dilakukan dengan cara bedah totalitas otonomi daerah, meliputi perspektif perundang-udangan, filosofis, akademis, serta empiris. Sehingga lahirnya “raja-raja kecil” didaerah mampu HMI “aborsi”, dengan partisipasi aktifnya mengisi, mengawal, dan mengontrol pelaksanaan otonomi daerah.

Saudara-saudara Himpunan se-Bangsa dan se-Tanah air, senasib dan sepenanggungan yang saya hormati, demikian pokok-pokok pikiran saya selaku Kandidat Ketua Umum PB HMI Periode 2008-2010. Hal ini merupakan refleksi keumatan dan kebangsaan saya sebagai pemuda serta sebagai bagian kader HMI yang –setidaknya- prihatin melihat kondisi kekinian kebangsaan dan berkenegaraan kita Indonesia, dan saya yakin begitu juga dengan Anda (mudah-mudahan).

Terakhir, saya mengajak saudara-saudara semua, mari kita luangkan waktu barang sejenak, untuk berdoa kepada Allah SWT, semoga Kongres HMI XXVI di Palembang nanti mampu menghasilkan perubahan yang esensial, baik untuk perbaikkan HMI, tentunya juga Bangsa Indonesia kita yang tercinta agar menjadi Bangsa yang Mandiri, Berdaulat dan Beradab, Amin.


Walhamdulillahirrabbil’alamin…

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb

Tidak ada komentar: